Produkasli.co.id – Rancangan Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI) telah menjadi sorotan publik dalam beberapa waktu terakhir. Salah satu poin yang mendapat perhatian khusus adalah pembatalan aturan terkait keterlibatan prajurit TNI dalam Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) serta pengelolaan narkotika. Keputusan ini berpotensi membawa dampak signifikan, baik bagi institusi TNI itu sendiri maupun kebijakan nasional terkait pengelolaan narkotika dan sektor kelautan.
Pembatalan Aturan Prajurit TNI di KKP
Sebelum RUU TNI disusun, terdapat beberapa aturan yang mengizinkan prajurit TNI untuk terlibat dalam berbagai fungsi sipil, termasuk di Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Namun, dalam draf RUU TNI yang terbaru, ketentuan ini dibatalkan. Penghapusan aturan ini berpotensi mengubah cara TNI terlibat dalam pengelolaan sumber daya alam dan perlindungan wilayah laut Indonesia.
Selama ini, prajurit TNI di KKP memainkan peran penting dalam menjaga ketahanan laut Indonesia, baik dari ancaman asing maupun domestik. Keterlibatan ini juga mencakup pengawasan terhadap aktivitas ilegal di wilayah perairan, seperti perikanan ilegal, unreported, dan unregulated (IUU fishing). Dengan pembatalan aturan ini, beberapa pihak mengkhawatirkan adanya celah dalam pengawasan tersebut, mengingat TNI memiliki kapasitas besar untuk bertindak tegas di lapangan.
Namun, pembatalan ini juga dapat dilihat sebagai langkah untuk memastikan pemisahan yang lebih jelas antara fungsi militer dan sipil, serta mengurangi potensi penyalahgunaan wewenang. Fungsi-fungsi yang sebelumnya diemban oleh prajurit TNI di KKP kini diharapkan dapat dijalankan oleh lembaga sipil yang lebih memiliki kapasitas dalam mengelola sumber daya alam secara berkelanjutan.
Implikasi dalam Pengelolaan Narkotika
Salah satu perubahan penting yang terjadi dalam RUU TNI adalah penghapusan peran TNI dalam pengelolaan narkotika. Sebelumnya, TNI diberikan tugas untuk turut serta dalam pemberantasan peredaran narkotika, terutama di wilayah-wilayah yang sulit dijangkau oleh lembaga lainnya. Dalam prakteknya, TNI turut berperan dalam operasi pencidukan sindikat narkoba dan mengatasi penyelundupan narkotika di perbatasan.
Namun, dengan dibatalkannya peran TNI dalam pengelolaan narkotika, kini pihak Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) diharapkan untuk memegang peran utama dalam pemberantasan narkotika. Keputusan ini mengarah pada pemisahan yang lebih tegas antara peran militer dan polisi dalam penegakan hukum. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan profesionalisme dalam kedua institusi tersebut, sekaligus menghindari potensi tumpang tindih atau konflik kewenangan.
Bagi beberapa pihak, keputusan ini mungkin menimbulkan pertanyaan mengenai kesiapan Polri dalam mengambil alih sepenuhnya peran yang sebelumnya dijalankan oleh TNI. Terlebih, dalam beberapa operasi narkotika yang melibatkan wilayah perbatasan dan daerah rawan, peran TNI dirasa cukup vital mengingat kapasitas dan sumber daya yang dimilikinya.
Namun, bagi pengamat kebijakan publik, pemisahan fungsi ini dinilai sebagai langkah untuk mencegah militerisasi dalam penegakan hukum yang dapat berisiko mengurangi hak asasi manusia dan prinsip-prinsip demokrasi. Dengan penguatan peran Polri, diharapkan penanganan masalah narkotika dapat lebih mengedepankan pendekatan yang berbasis pada hukum dan hak asasi manusia, tanpa melibatkan kekuatan militer yang mungkin terlalu represif.
Dampak Bagi TNI dan Polri
Pencabutan aturan yang memberikan kewenangan bagi TNI dalam pengelolaan narkotika dan keterlibatannya dalam KKP menunjukkan adanya perubahan paradigma dalam pengelolaan sumber daya alam dan penegakan hukum di Indonesia. Bagi TNI, langkah ini bisa menjadi peluang untuk lebih fokus pada tugas utamanya, yakni menjaga kedaulatan negara dan melaksanakan tugas militer.
Di sisi lain, Polri harus siap untuk menghadapi tantangan baru dalam menangani masalah narkotika dan keamanan laut. Keberhasilan kebijakan ini sangat bergantung pada peningkatan kapasitas dan koordinasi antara Polri, pemerintah, dan masyarakat dalam melawan peredaran narkotika.
Kesimpulan
RUU TNI yang membatalkan aturan prajurit TNI di KKP dan pengelolaan narkotika mencerminkan upaya untuk memisahkan dengan tegas peran militer dan institusi sipil dalam sistem pemerintahan Indonesia. Meskipun keputusan ini bisa berisiko menimbulkan tantangan dalam pengawasan sumber daya alam dan pemberantasan narkotika, diharapkan kebijakan baru ini dapat meningkatkan profesionalisme kedua institusi serta memastikan pengelolaan yang lebih efisien dan berbasis pada hukum. Sebagai bagian dari proses reformasi, langkah ini juga menunjukkan komitmen untuk mengoptimalkan fungsi negara dalam menjaga ketertiban dan keadilan sosial.